PDT.
HENDRIK GERSON RUMONDOR (1906-1987)
“PUTRA
SULUNG TELADAN JEMAAT GMIM KAYUUWI”
Sebelum sang Putra Sulung Jemaat
Pdt. Hendrik Gerson Rumondor di pakai Tuhan Yesus sebagai Sutradara pertumbuhan
dan perkembangan Jemaat yang setiawam dan penuh kasih bagaikan Gembala Agung
yang menjaga dan menghentar kawanan dombanya, Tuhan Yesus telah mengutus
hamba-hambnyaNya yang merupakan aktor utama dalam pertumbuhan dan perkembangan
Jemaat. Dalam abad kesembilan belas terdapat seorang actor utama dalam Jemaat
Kayuuwi, ialah Guru Jemaat/Kepala Sekolah yang pertama kali menetap di Kayuuwi
selama kurang lebih sepuluh Tahun antara tahun 1870 sampai 1880. Dia adalah
seorang yang berasal dari Lahendong bernama Markus Kaligis. Walaupun istrinya bernama Wulur berasal dari kiawa, dan bertugas
di Kayuuwi hanya sepuluh tahun, namun anak-anaknya semua termasuk yang lahir di
Kasuratan setelah beliau pindah ke sama, tumbuh dan menjadi besar di Kayuuwi.
Beberapa orang anak dan cucunya pergi melayani ke tempat-tempat lain dengan
membawa nama harum Kayuuwi.
Dalam abad berikutnya muncul aktor
utama yang kedua dalam diri Guru Jemaat/Kepala Sekolah bernama Charlis
Tangkere, berasal dari Kawangkoan. Cukup banyak kemajuan yang terjadi setelah
beliau berkarya disini baik di bidang persekolahan maupun di bidang pelayanan
Jemaat. Buah-buah karyanya yang paling menonjol antara lain:
- Murid sekolah mulai dipisahkan dalam
kelas-kelas satu, dua dan tiga pada tahun 1917 dengan lama belajar dua tahun
pada setiap kelas: selanjutnya mulai tahun 1922 sudah diadakan kelas empat dan
dua tahun kemudian kelas lima.
-
Pembangunan Gedung Sekolah yang terpisah dari
Gedung Gereja (1922)
-
Dimulainya organisasi kepemudaan (Jong
Verbond) pada tahun 1926, yang kemudian pda tahun 1928 lebih dikembangkan
kegiatan dan pengorganisasiannya.
-
Dibukanya sekolah sambungan (Vervolgschool)
tahun 1927 dan pembangunan gedung sekolahnya pada tahun berikutnya.
-
Pembangunan Gedung Gereja permanen (1928-1929)
Melihat
data-data tersebut maka terungkap Charlis Tangkere dalam 14 tahun masa
pelayanannya telah mempersembahkan suatu untaian permata dalam perjalanan
sejarah Jemaat Kayuuwi.
Dalam pembinaan Charlis Tangkere
sebagai Guru Kepala Sekolah dan Guru Jemaat bertumbuh sebuai Tunas dari akar
pohon Kayuuwi. Seorang putra lahir pada tanggal Dua Puluh Sembilan bulan Maret tahun Seribu Sembilan Ratus Enam
(29-3-1906). Ia diberi nama hendrik Gerson. Ibunya bernama Juliana Lapian dan ayahnya bernama Kaleb Rumondor,
keduanya adalah puteri dan putera asli desa/Jemaat Kayuuwi. Dalam susunan
keluarga Rumondor-Lapian, Hendrik Gerson Rumondor menempati urutan anak kelima dari enam
bersaudara, dan merupakan anak lelaki yang ketiga.
Ayah dari H.G. Rumondor yaitu Kaleb
Rumondor adalah seorang petani yang rajin, ulet dan berhasil. Kaleb pada
masanya merupakan putera terbaik dan dan terpintar di desa/Jemaat Kayuuwi. Hal
ini terbukti dari pengangkatan Guru bantu untuk Sekolah Rankyt Kayuuwi pada
tahun 1912 di mana dari tiga orang yang diangkat maka satu-satunya putera
Kayuuwi adalah Kaleb sedang yang lain berasal dari Tompaso dan Tombasian. Sebagaiana
dikemukakan dalam Bab terdahulu guru bantu itu dipilih dari antara warga Jemaat
yang terbaik dan terpintar.
Ta ada lagi nara sumber yang dapat
memberi keterangan tentang masa kanak-kanak H.G. Rumondor. Dalam registrasi
murid yang masih tersimpan di SD GMIM kayuuwi tercatat H.G. Rumondor mulai
bersekolah di Sekolah Rakyat zending (Volkschool) di Kayuuwi pada tanggal 6
Januari 1913 dan menyelesaikan sekolahnya itu pada tanggal 31Januari1919. Pada
waktu itu sekolah hanya kelas satu sampai kelas tiga, dengan masa belajar dua
tahun pada masing-masing kelas. Teman sekelasnya di sekolah waktu itu yang
sama-sama mulai bersekolah dan sama-sama tamat antara lain adalah Imanuel
(Manuel) Lapian yang kemudian menjadi Pendeta di Suluun. Sejak kecil H.G. Rumondor
rajin ke kebun membantu orang tuanya dalam pekerjaan sebagai petani. Di samping
kecerdasan di mawarisi kerajian dan keuletan dari ayahnya. Hal tersebut
mendarah daging pada H.G. Rumondor sepanjang hidupnya, dalam segala segi
kehidupannya. Misalnya saja: sewaktu fisiknya masih kuat, sampai berumur sekitar
60 tahun, ia masih rajin ke kebun; segera sesudah makan siang sepulang dari
sekolah, dia pergi ke kebun; langkahnya panjang dan cepat, tak ada orang
Kayuuwi yang dapat menandingi langkahnya yang sedemikian itu. Namun dalam
berjalan secepat itu, beliau tak segan bertegur sapa jika berjumpa dengan
seseorang. Bahkan bila memdengar bahwa ada seseorang yang sedang sakit tak
jarang ia mampir menjenguk dan mendoakan yang sakit itu. Atau jika beliau
mendengar itu pada pada saat sedang pulang dari kabu, dia akan cepat pulang
rumah untuk berganti pakaian kemudian kembali menjenguk orang yang sakit.
Sejak masih di Sekolah Rakyat sudah
terlihat bahwa H.G. Rumondor adalah anak yang pintar. Berkat pembinaan dan
Kepala Sekolah/Guru Jemaat M. Mangindaan, dan juga tentu dari ayahnya yang
adalah salah satu Guru bantu, maka H.G. Rumondor terdorong untuk melanjutkan
pendidikannya ke jenajang lebih tinggi. Karena kerajinan dan keuletan ayahnya
sehingga mempunyai penghasilan yang cukup dan pernah diangkat sebagai Guru
bantu, maka H.G. Rumondor pada bulan Januari tahun 1919 dapat diterima
melanjutkan sekolah di Sekolah Pemerintah (Gubernemen) di Kawangkoan untuk
mengikuti pelajaran kelas IV dan V selama empat tahun. Sesudah itu H.G. Rumondor
melanjutkan pendidikannya di Sekolah Guru (Kweekschool voor Inlandsche Onderwizers
en Voorgangers, Sekolah Guru dan Pemimpin Jemaat bagi penduduk pribumi) di
Kuranga- Tomohon. Di sekolah tersebut H.G. Rumondor mulai belajar padabulan
Agustus 1923 dan tamat pada bulan Mei 1926.
Karena kepintarannya yang menonjol
selama di kweekschool maka H.G. RUMONDOR dipersiapkan oleh sekolahnya untuk
melanjutkan pelajaran di Negeri Belanda maka segera setelah tamat dari Kuranya H.G.
Rumondor berangkat menuju Belanda melalui Batavia (Jakarta) pada bulan Juni
1926, dipimpin oleh Pdt. Justus Elisa Stap dan Pdt. Gertrude Cladder. Ternyata
di Jakarta H.G. Rumondor jatuh sakit dan harus di rawat di Rumah Sakit Zending
di Cikini. Dokter Belanda yang merawatnya menganjurkan agar H.G. Rumondor menunda
keberangkatannya ke Belanda selama enam bulan. Jika demikian maka dia tidak
dapat mengikuti pelajaran sesuai yang direncanakan oleh Zending pada tahun itu.
Demikian maka H.G. Rumondor tidak jadi berangkat ke Belanda dan pulang ke
Minahasa dimana ternyata ladan Tuhan terbuka lebar menanti pekerjaan-Nya yang
terpilih.
Sekembalinya dari Jakarta H.G. Rumondor
dengan ijazah kweekschool sempat mengabdi sebagai guru selama beberapa bulan
disebuah desa kecil disebelah selatan Bahu-Malalayang (catatan: nara sumber
lupa akan nama desa tersebut: dokumen tertulis juga tidak terdapat). Sesudah
itu H.G. Rumondor mendapat penugasan dan memulai pelayanannya sebagai Guru di
Sekolah Rakyat di kampong halamannya yang tercinta. Beliau mengabdi di sekolah
di bawah bimbingan Charlis Tangkere terhitung mulai tanggal 1 Februari 1927.
Semangat, ketekunan dan kerajinan Tangkere merupakan teladan yang semakin
memperkuat naluri pelayanan dalam diri H.G. Rumondor. H.G. Rumondor bersama
Aristarkus Kaligis melayani jemaat sebagai pembantu-pembantu Guru Jemaat
Tangkere sampai Tangkere dipindahkan ke Jemaat yang lebih besar di Kawangkoan
pada tahun 1931.
Sudah disebutkan dalam bab terdahulu
bahwa Tangkere telah mengupayakan dan sehingga tersedianya kelas IV dan V di
Sekolah sejak tahun 1922 walaupun sebenarnya Sekolah Rakyat waktu itu hanya
sampai kelas tida. Hal ini dilakukannya guna menampung keinginan belajar yang
sudah tumbuh di kalangan anak-anak.. langkah selanjutnya dari Kepala
Sekolah/Guru Jemaat Tangkere ialah mengajak Jemaat untuk mengadakan rumah
Sekolah tambahan dan mengusulkan ke NZG melalui Klasis agar di Kayuuwi dibuka
Sekolah Sambungan. Dengan memperhatikan bahwa Kayuuwi sudah beberapa tahun ada
kelas IV dan V di Sekolah Rakyat dan tersedia tambahan ruangan belajarnya
()Sementara. Di tepi utara jalan raya, sekarang kintal dari kel. Reho
Lapian-Rorimpandey), maka NZG memberi persetujuan dengan satu syarat bahwa
sekolah itu tidak akan diberi subsidi. Persetujuan itu direalisasikan dengan dibukanya (di mulai)
Sekolah Sambungan (vervolgschool, kelas iv dan v) pada tanggal 1 September
1927. Lalu pada tanggal 11 Oktober 1027 Sekolah tersebut ditahbiskan sekaligus
dengan Kepala Sekolahnya H.G. Rumondor. Pada waktu itu pembiayaan Sekolah
sambungan harus ditanggung sendiri oleh jemaat karena seperti disebutkan di
atas sekolah itu tidak mendapat subsidi dari Pemerintah, sedangn NZG juga sudah
semakin payah dalam mengongkosi sekolah-sekolah yang sudah banyak didirikan
sebelumnya. Untuk diketahui bahwa sejak Jemaat/Gereja diserahkan/dialihkan dari
NZG ke GPI yang dibiayai Pemerintah sebagai Gereja Negara, Sekolah-sekolah
milik Zending tidak ikut diserahkan sehingga terus dibiayai oleh Zending
sendiri. Dengan sendirinya Jemaat yang membayar gaji/tunjangan bagi Guru/Kepala
Sekolah, namun tidak terdapat keterangan berapa jumlahnya. Dalam tahun-tahun
berikutnya pada waktu H.G Rumondor sudah menjabat sebagai Kepala Sekolah Rakyat
merangkap Guru Jemaat, tercatat bahwa jemaat member subsidi untuk gaji Guru di
vervolgschool mulai bulai Januari 1932 sebesar f.15,- (lima belas gulden) per
bulan. Pada waktu itu Kepala Sekolah merangkap guru satu-satunya untuk dua
kelas.
Karena Charlis Tangkere sebagai
Kepala Sekolah Rakyat yang merangkap Guru Jemaat dipindahkan ke Kawangkoan
terhitung mulai 1 Mei 1931, maka H.G Rumondor diangkat sebagai Kepala Sekolah
Rakyat merangkap sebagai Guru Jemaat sesuai beslit tertanggal 17 mei 1931 yang
berlaku pada tanggal 1 mei 1931.
Bahtera Jemaat Kayuuwi yang
mengarungi samudera hidup dalam perlindungan dan pimpinan Nakhoda Agung, Kepala
Gereja, Isa Almasih, sejak bulan Mei 1931 mendapat juru mudi dalam diri Ketua
Jemaat yang masih muda namun berwibawa, yang berasal dari dalam jemaat itu sendiri.
Pada waktu itu pimpinan klasis Sonder adalah Pendeta Bertus Moendoeng. Kepemimpinan
H. G. Rumondor dalam jemaat ditunjang oleh kerja sama yang erat dari saudara
iparnya Markus Lapian yang terpilih sebagai Hukum Tua pada tahun 1932. Duet dalam
kepemimpinan Jemaat dan Desa berlanjut melalui zaman pendudukan Jepang sampai
awal masa merdeka di tahun lima puluhan.
H.G Rumondor adalah seorang yang
saleh. Sepanjang hidupnya tak terbetik setitik noda atau cacat yang terlihat di
mata warga Jemaat. Tindak tanduknya sebagai pemimpin pun mendapat respons warga
jemaat secara utuh menyeluruh. Memang beliau pandai menyerap aaspirasi
warganya. Misalnya dalam mengambil suatu keputusan penting beliau tak segan
meminta pendapat anggota majelis jemaat dan para tua-tua masyarakat. Beliau bahkan
mendatangi mereka satu persatu sekedar untuk mendapat masukan atau juga dalam
mensosialisassikan suatu keputusan atau ketentuan yang baru. Beliau juga rajin
membimbing para Penatua dan Syamas, terutama mereka yang baru terpilih. Walaupun
demikian dia tidak segan menegur dan mengarahkan bila terjadi suatu kekeliruan
dalam pelaksanaan tugas para rekan sepelayanan.
Kerendahan hati H.G. Rumondor Nampak
dalam sikapnya yang sopan santun, bahkan cenderung selalu menundukan kepalanya
bila berbicara dengan orang lain, tetapi tak kunjung pula senyum dan tawanya. Namun
demikian beliau tegar dan tegas apabila menghadapi tantangan. Sebagaimana dijelaskan
dalam bab VI, pada awal berdirinya GMIM belum mempunyai Tata Gereja yang
mengatur dengan jelas pemisahan kewenangan antara Sinode, klasis dan Jemaat. Segala-galanya
masih diatur seperti dahulu dala GPI yang adalah Gereja Negara, apalagi Negara
berbentuk kerajaan. Ketua Sinode GMIM yang pertama juga adalah Pendeta Belanda
yang berkedudukan di Manado (Ds. E. A. A. D. de Vrede), dia mengatur Gereja
seolah-olah sama dengan Residen member komando kepada Hukum Besar, demikian
Pendeta Ketua Klasis terhadap Guru Jemaat/Ketua Jemaat seolah-olah Hukum Besar member
perintah kepada Hukum Tua. Sampai hal-hal yang kecilpun yang seyogianya menjadi
urusan intern Jemaat, harus dimintakan persetujuan Ketua Klasis terlebih
dahulu. Pembukuan keuangan jemaat harus dibuat dalam dua rangkap, di mana yang satu harus dibawa kepada Ketua
Klasis dan atas izinnya dapat minta bantuan Pendeta dari jemaat terdekat untuk
melayani pernikahan itu. Demikian pula untuk baptisan dan Perjamuan Kudus tidak
jemas apa yang menjadi pemicu, tetapi yang apsti akumulasi ketidakpuasan atas
perlakuan klasis akhirnya menyebabkan Jemaat Kayuuwi dalam pimpinan H.G.
Rumondor menyatakan keluar dari klasis Sonder terhitung mulai bulan Januari
1942. Berarti jemaat Kayuuwi tidak mau lagi menaati pengaturan-pengaturan dari
ketua klasis. Tulisan “G.M.I.M” di dinding depan gedung Gereja dirobah menjadi “G.M.I.K”
sebagai singkatan dari Gereja Masehi Injili Kayuuwi. Di sini terlihat jelas
kepemimpinan H.G. Rumondor yang tegas dan tegar, termasuk dalam menghadapi
atasan sekalipun…
Bersambung………….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar