Kamis, 18 Juni 2015

PDT. HENDRIK GERSON RUMONDOR (1906-1987) “PUTRA SULUNG TELADAN JEMAAT GMIM KAYUUWI”


PDT. HENDRIK GERSON RUMONDOR  (1906-1987)
“PUTRA SULUNG TELADAN JEMAAT GMIM KAYUUWI”

            Sebelum sang Putra Sulung Jemaat Pdt. Hendrik Gerson Rumondor di pakai Tuhan Yesus sebagai Sutradara pertumbuhan dan perkembangan Jemaat yang setiawam dan penuh kasih bagaikan Gembala Agung yang menjaga dan menghentar kawanan dombanya, Tuhan Yesus telah mengutus hamba-hambnyaNya yang merupakan aktor utama dalam pertumbuhan dan perkembangan Jemaat. Dalam abad kesembilan belas terdapat seorang actor utama dalam Jemaat Kayuuwi, ialah Guru Jemaat/Kepala Sekolah yang pertama kali menetap di Kayuuwi selama kurang lebih sepuluh Tahun antara tahun 1870 sampai 1880. Dia adalah seorang yang berasal dari Lahendong bernama Markus Kaligis. Walaupun istrinya bernama Wulur berasal dari kiawa, dan bertugas di Kayuuwi hanya sepuluh tahun, namun anak-anaknya semua termasuk yang lahir di Kasuratan setelah beliau pindah ke sama, tumbuh dan menjadi besar di Kayuuwi. Beberapa orang anak dan cucunya pergi melayani ke tempat-tempat lain dengan membawa nama harum Kayuuwi.
            Dalam abad berikutnya muncul aktor utama yang kedua dalam diri Guru Jemaat/Kepala Sekolah bernama Charlis Tangkere, berasal dari Kawangkoan. Cukup banyak kemajuan yang terjadi setelah beliau berkarya disini baik di bidang persekolahan maupun di bidang pelayanan Jemaat. Buah-buah karyanya yang paling menonjol antara lain:
-        Murid sekolah mulai dipisahkan dalam kelas-kelas satu, dua dan tiga pada tahun 1917 dengan lama belajar dua tahun pada setiap kelas: selanjutnya mulai tahun 1922 sudah diadakan kelas empat dan dua tahun kemudian kelas lima.
-          Pembangunan Gedung Sekolah yang terpisah dari Gedung Gereja (1922)
-          Dimulainya organisasi kepemudaan (Jong Verbond) pada tahun 1926, yang kemudian pda tahun 1928 lebih dikembangkan kegiatan dan pengorganisasiannya.
-          Dibukanya sekolah sambungan (Vervolgschool) tahun 1927 dan pembangunan gedung sekolahnya pada tahun berikutnya.
-          Pembangunan Gedung Gereja permanen (1928-1929)
Melihat data-data tersebut maka terungkap Charlis Tangkere dalam 14 tahun masa pelayanannya telah mempersembahkan suatu untaian permata dalam perjalanan sejarah Jemaat Kayuuwi.
            Dalam pembinaan Charlis Tangkere sebagai Guru Kepala Sekolah dan Guru Jemaat bertumbuh sebuai Tunas dari akar pohon Kayuuwi. Seorang putra lahir pada tanggal Dua Puluh Sembilan bulan Maret tahun Seribu Sembilan Ratus Enam (29-3-1906). Ia diberi nama hendrik Gerson. Ibunya bernama Juliana Lapian dan ayahnya bernama Kaleb Rumondor, keduanya adalah puteri dan putera asli desa/Jemaat Kayuuwi. Dalam susunan keluarga Rumondor-Lapian, Hendrik Gerson Rumondor  menempati urutan anak kelima dari enam bersaudara, dan merupakan anak lelaki yang ketiga.
            Ayah dari H.G. Rumondor yaitu Kaleb Rumondor adalah seorang petani yang rajin, ulet dan berhasil. Kaleb pada masanya merupakan putera terbaik dan dan terpintar di desa/Jemaat Kayuuwi. Hal ini terbukti dari pengangkatan Guru bantu untuk Sekolah Rankyt Kayuuwi pada tahun 1912 di mana dari tiga orang yang diangkat maka satu-satunya putera Kayuuwi adalah Kaleb sedang yang lain berasal dari Tompaso dan Tombasian. Sebagaiana dikemukakan dalam Bab terdahulu guru bantu itu dipilih dari antara warga Jemaat yang terbaik dan terpintar.
            Ta ada lagi nara sumber yang dapat memberi keterangan tentang masa kanak-kanak H.G. Rumondor. Dalam registrasi murid yang masih tersimpan di SD GMIM kayuuwi tercatat H.G. Rumondor mulai bersekolah di Sekolah Rakyat zending (Volkschool) di Kayuuwi pada tanggal 6 Januari 1913 dan menyelesaikan sekolahnya itu pada tanggal 31Januari1919. Pada waktu itu sekolah hanya kelas satu sampai kelas tiga, dengan masa belajar dua tahun pada masing-masing kelas. Teman sekelasnya di sekolah waktu itu yang sama-sama mulai bersekolah dan sama-sama tamat antara lain adalah Imanuel (Manuel) Lapian yang kemudian menjadi Pendeta di Suluun. Sejak kecil H.G. Rumondor rajin ke kebun membantu orang tuanya dalam pekerjaan sebagai petani. Di samping kecerdasan di mawarisi kerajian dan keuletan dari ayahnya. Hal tersebut mendarah daging pada H.G. Rumondor sepanjang hidupnya, dalam segala segi kehidupannya. Misalnya saja: sewaktu fisiknya masih kuat, sampai berumur sekitar 60 tahun, ia masih rajin ke kebun; segera sesudah makan siang sepulang dari sekolah, dia pergi ke kebun; langkahnya panjang dan cepat, tak ada orang Kayuuwi yang dapat menandingi langkahnya yang sedemikian itu. Namun dalam berjalan secepat itu, beliau tak segan bertegur sapa jika berjumpa dengan seseorang. Bahkan bila memdengar bahwa ada seseorang yang sedang sakit tak jarang ia mampir menjenguk dan mendoakan yang sakit itu. Atau jika beliau mendengar itu pada pada saat sedang pulang dari kabu, dia akan cepat pulang rumah untuk berganti pakaian kemudian kembali menjenguk orang yang sakit.
            Sejak masih di Sekolah Rakyat sudah terlihat bahwa H.G. Rumondor adalah anak yang pintar. Berkat pembinaan dan Kepala Sekolah/Guru Jemaat M. Mangindaan, dan juga tentu dari ayahnya yang adalah salah satu Guru bantu, maka H.G. Rumondor terdorong untuk melanjutkan pendidikannya ke jenajang lebih tinggi. Karena kerajinan dan keuletan ayahnya sehingga mempunyai penghasilan yang cukup dan pernah diangkat sebagai Guru bantu, maka H.G. Rumondor pada bulan Januari tahun 1919 dapat diterima melanjutkan sekolah di Sekolah Pemerintah (Gubernemen) di Kawangkoan untuk mengikuti pelajaran kelas IV dan V selama empat tahun. Sesudah itu H.G. Rumondor melanjutkan pendidikannya di Sekolah Guru (Kweekschool voor Inlandsche Onderwizers en Voorgangers, Sekolah Guru dan Pemimpin Jemaat bagi penduduk pribumi) di Kuranga- Tomohon. Di sekolah tersebut H.G. Rumondor mulai belajar padabulan Agustus 1923 dan tamat pada bulan Mei 1926.
            Karena kepintarannya yang menonjol selama di kweekschool maka H.G. RUMONDOR dipersiapkan oleh sekolahnya untuk melanjutkan pelajaran di Negeri Belanda maka segera setelah tamat dari Kuranya H.G. Rumondor berangkat menuju Belanda melalui Batavia (Jakarta) pada bulan Juni 1926, dipimpin oleh Pdt. Justus Elisa Stap dan Pdt. Gertrude Cladder. Ternyata di Jakarta H.G. Rumondor jatuh sakit dan harus di rawat di Rumah Sakit Zending di Cikini. Dokter Belanda yang merawatnya menganjurkan agar H.G. Rumondor menunda keberangkatannya ke Belanda selama enam bulan. Jika demikian maka dia tidak dapat mengikuti pelajaran sesuai yang direncanakan oleh Zending pada tahun itu. Demikian maka H.G. Rumondor tidak jadi berangkat ke Belanda dan pulang ke Minahasa dimana ternyata ladan Tuhan terbuka lebar menanti pekerjaan-Nya yang terpilih.
            Sekembalinya dari Jakarta H.G. Rumondor dengan ijazah kweekschool sempat mengabdi sebagai guru selama beberapa bulan disebuah desa kecil disebelah selatan Bahu-Malalayang (catatan: nara sumber lupa akan nama desa tersebut: dokumen tertulis juga tidak terdapat). Sesudah itu H.G. Rumondor mendapat penugasan dan memulai pelayanannya sebagai Guru di Sekolah Rakyat di kampong halamannya yang tercinta. Beliau mengabdi di sekolah di bawah bimbingan Charlis Tangkere terhitung mulai tanggal 1 Februari 1927. Semangat, ketekunan dan kerajinan Tangkere merupakan teladan yang semakin memperkuat naluri pelayanan dalam diri H.G. Rumondor. H.G. Rumondor bersama Aristarkus Kaligis melayani jemaat sebagai pembantu-pembantu Guru Jemaat Tangkere sampai Tangkere dipindahkan ke Jemaat yang lebih besar di Kawangkoan pada tahun 1931.
            Sudah disebutkan dalam bab terdahulu bahwa Tangkere telah mengupayakan dan sehingga tersedianya kelas IV dan V di Sekolah sejak tahun 1922 walaupun sebenarnya Sekolah Rakyat waktu itu hanya sampai kelas tida. Hal ini dilakukannya guna menampung keinginan belajar yang sudah tumbuh di kalangan anak-anak.. langkah selanjutnya dari Kepala Sekolah/Guru Jemaat Tangkere ialah mengajak Jemaat untuk mengadakan rumah Sekolah tambahan dan mengusulkan ke NZG melalui Klasis agar di Kayuuwi dibuka Sekolah Sambungan. Dengan memperhatikan bahwa Kayuuwi sudah beberapa tahun ada kelas IV dan V di Sekolah Rakyat dan tersedia tambahan ruangan belajarnya ()Sementara. Di tepi utara jalan raya, sekarang kintal dari kel. Reho Lapian-Rorimpandey), maka NZG memberi persetujuan dengan satu syarat bahwa sekolah itu tidak akan diberi subsidi. Persetujuan  itu direalisasikan dengan dibukanya (di mulai) Sekolah Sambungan (vervolgschool, kelas iv dan v) pada tanggal 1 September 1927. Lalu pada tanggal 11 Oktober 1027 Sekolah tersebut ditahbiskan sekaligus dengan Kepala Sekolahnya H.G. Rumondor. Pada waktu itu pembiayaan Sekolah sambungan harus ditanggung sendiri oleh jemaat karena seperti disebutkan di atas sekolah itu tidak mendapat subsidi dari Pemerintah, sedangn NZG juga sudah semakin payah dalam mengongkosi sekolah-sekolah yang sudah banyak didirikan sebelumnya. Untuk diketahui bahwa sejak Jemaat/Gereja diserahkan/dialihkan dari NZG ke GPI yang dibiayai Pemerintah sebagai Gereja Negara, Sekolah-sekolah milik Zending tidak ikut diserahkan sehingga terus dibiayai oleh Zending sendiri. Dengan sendirinya Jemaat yang membayar gaji/tunjangan bagi Guru/Kepala Sekolah, namun tidak terdapat keterangan berapa jumlahnya. Dalam tahun-tahun berikutnya pada waktu H.G Rumondor sudah menjabat sebagai Kepala Sekolah Rakyat merangkap Guru Jemaat, tercatat bahwa jemaat member subsidi untuk gaji Guru di vervolgschool mulai bulai Januari 1932 sebesar f.15,- (lima belas gulden) per bulan. Pada waktu itu Kepala Sekolah merangkap guru satu-satunya untuk dua kelas.
            Karena Charlis Tangkere sebagai Kepala Sekolah Rakyat yang merangkap Guru Jemaat dipindahkan ke Kawangkoan terhitung mulai 1 Mei 1931, maka H.G Rumondor diangkat sebagai Kepala Sekolah Rakyat merangkap sebagai Guru Jemaat sesuai beslit tertanggal 17 mei 1931 yang berlaku pada tanggal 1 mei 1931.
            Bahtera Jemaat Kayuuwi yang mengarungi samudera hidup dalam perlindungan dan pimpinan Nakhoda Agung, Kepala Gereja, Isa Almasih, sejak bulan Mei 1931 mendapat juru mudi dalam diri Ketua Jemaat yang masih muda namun berwibawa, yang berasal dari dalam jemaat itu sendiri. Pada waktu itu pimpinan klasis Sonder adalah Pendeta Bertus Moendoeng. Kepemimpinan H. G. Rumondor dalam jemaat ditunjang oleh kerja sama yang erat dari saudara iparnya Markus Lapian yang terpilih sebagai Hukum Tua pada tahun 1932. Duet dalam kepemimpinan Jemaat dan Desa berlanjut melalui zaman pendudukan Jepang sampai awal masa merdeka di tahun lima puluhan.
            H.G Rumondor adalah seorang yang saleh. Sepanjang hidupnya tak terbetik setitik noda atau cacat yang terlihat di mata warga Jemaat. Tindak tanduknya sebagai pemimpin pun mendapat respons warga jemaat secara utuh menyeluruh. Memang beliau pandai menyerap aaspirasi warganya. Misalnya dalam mengambil suatu keputusan penting beliau tak segan meminta pendapat anggota majelis jemaat dan para tua-tua masyarakat. Beliau bahkan mendatangi mereka satu persatu sekedar untuk mendapat masukan atau juga dalam mensosialisassikan suatu keputusan atau ketentuan yang baru. Beliau juga rajin membimbing para Penatua dan Syamas, terutama mereka yang baru terpilih. Walaupun demikian dia tidak segan menegur dan mengarahkan bila terjadi suatu kekeliruan dalam pelaksanaan tugas para rekan sepelayanan.
            Kerendahan hati H.G. Rumondor Nampak dalam sikapnya yang sopan santun, bahkan cenderung selalu menundukan kepalanya bila berbicara dengan orang lain, tetapi tak kunjung pula senyum dan tawanya. Namun demikian beliau tegar dan tegas apabila menghadapi tantangan. Sebagaimana dijelaskan dalam bab VI, pada awal berdirinya GMIM belum mempunyai Tata Gereja yang mengatur dengan jelas pemisahan kewenangan antara Sinode, klasis dan Jemaat. Segala-galanya masih diatur seperti dahulu dala GPI yang adalah Gereja Negara, apalagi Negara berbentuk kerajaan. Ketua Sinode GMIM yang pertama juga adalah Pendeta Belanda yang berkedudukan di Manado (Ds. E. A. A. D. de Vrede), dia mengatur Gereja seolah-olah sama dengan Residen member komando kepada Hukum Besar, demikian Pendeta Ketua Klasis terhadap Guru Jemaat/Ketua Jemaat seolah-olah Hukum Besar member perintah kepada Hukum Tua. Sampai hal-hal yang kecilpun yang seyogianya menjadi urusan intern Jemaat, harus dimintakan persetujuan Ketua Klasis terlebih dahulu. Pembukuan keuangan jemaat harus dibuat dalam dua rangkap,  di mana yang satu harus dibawa kepada Ketua Klasis dan atas izinnya dapat minta bantuan Pendeta dari jemaat terdekat untuk melayani pernikahan itu. Demikian pula untuk baptisan dan Perjamuan Kudus tidak jemas apa yang menjadi pemicu, tetapi yang apsti akumulasi ketidakpuasan atas perlakuan klasis akhirnya menyebabkan Jemaat Kayuuwi dalam pimpinan H.G. Rumondor menyatakan keluar dari klasis Sonder terhitung mulai bulan Januari 1942. Berarti jemaat Kayuuwi tidak mau lagi menaati pengaturan-pengaturan dari ketua klasis. Tulisan “G.M.I.M” di dinding depan gedung Gereja dirobah menjadi “G.M.I.K” sebagai singkatan dari Gereja Masehi Injili Kayuuwi. Di sini terlihat jelas kepemimpinan H.G. Rumondor yang tegas dan tegar, termasuk dalam menghadapi atasan sekalipun…
Bersambung…………. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar