Jumat, 19 Juni 2015

GEMBALA JEMAAT YANG MENUNTUN DOMBA DENGAN PENUH KETABAHAN


“GEMBALA JEMAAT YANG MENUNTUN DOMBA DENGAN PENUH KETABAHAN”
PDT. HENDRIK GERSON RUMONDOR  (1906-1987)
H. G. Rumondor juga tanggap membaca situasi yang berkembang dan siap melakukan yang terbaik bagi warga Jemaat yang dibawah asuhannya. Belum dua minggu Jemaat Kayuuwi melepaskan diri dari klasis tentara Jepang mendarat di Minahasa, pada tanggal 11 Januari 1942. Ternyata bahwa Jepang juga mencampuri urusan keagamaan. Ketua Sinode GMIM yang kedua yang menjabat sejak tahun 1941 adalah juga Pendeta Belanda, yakni DS. G.P.H. Locher segera ditahan. Pdt. Albertus Zakarius Runturambi Wenas mengambil alih pimpinan Sinode. Gereja Kristen di Jepang mendatangkan beberapa Pendeta untur mengatur urusan agama Kristen namun mereka juga harus tunduk pada pimpinan tentara. Situasi yang sukar dan sulit mulai melanda masyarakat dan jemaat. Beberapa aturan yang ketat dikenakan kepada orang yang datang beribadah ke Gereja. Di jemaat lain, misalnya di Bahu, Jemaat yang sedang beribadah disuruh keluar dari Gereja dan langsung disuruh berbaris menuju ke tempat kerja paksa. Maka demi ketentraman warga Gereja/Jemaat seluruhnya Pdt. A.Z.R Wenas menghadap ke pimpinan tentara Jepang meminta agar warga jemaat diberi kebebesan melaksanakan ibadah pada hari Minggu. Serta nerta Jemaat Kayuuwi memutuskan untuk tetap sebagai anggota GMIM dan kembali bergabung ke Klasis Sonder. Hal ini diwujudkan pada tanggal 26 Juni 1942.
            Situasi yang sulit sebenarnya sudah terasa sejak tahun 1932, khususnya dibidang keuagan Jemaat. Sudah disebutkan di atas bahwa mulai bulan januari 1932 jemaat member subsidi untuk gaji guru Sekolah Sambungan sebesar f. 15,- per bulan. Tak disangka malaise alias masa melarat (‘maleset, dalam pengertian sekarang krisis ekonomi) melanda seluruh dunia sejak tahun 1932. Perdagangan menjadi lesu, bahan-bahan hasil pertanian dari desa pun merosot harganya. Namun jemaat Kayuuwi dalam pimpinan Guru Jemaatnya tidak mengeluh atau berputus asa. Jemaat tetap pada komitmennya membiayai Sekolah Sambungan, sehingga sekolah itu dapat bertahan. Kepala Sekolah sambungan sejak kepindahan H.G Rumondor ke Sekolah Rakyat secara bergantian di jabat oleh beberapa guru di antaranya Alex L.L. Lapian, Noh Rembet, Rorimpandey dari Tompaso, dan terakhir menjelang datangnya Jepang adalah Nona Emma Ngantung.
            Semasa penjajahan Jepang sebenarnya keuangan Jemaat mendapat keringanan dengan adanya peraturan bahwa gaji guru-guru sekolah dibiayai oleh pemerintah sehingga kas Jemaat tidak lagi mensubsidi gaji guru. Tetapi penderitaan penduduk bukan main beratnya. Kerja paksa dan pajak atas ahasil pertanian sangat menekan penduduk. Bahkan batu pal (tonggak batu di pintu masuk halaman) serta pohon-pohon besar di pinggir jalan raya dirobohkan untuk diangkut ke Kalawiran menutup lobang-lobang bekas pemboman di lapangan terbang. H.G Rumondor dengan tekun membimbing, menghibur dan mengarahkan kawanan dombanya agar tidak ada yang tersesat lalu hilang. Diarahkanya agar dengan bijaksana menuruti kemauan penjajah, jangan melawan karena melawan berarti kepala dapat hilang sebab leher dipotong dengan pedang. Agar anak-anak tetap dapat bersekolah pada waktu terjadi pemboman-pemboman sekutu, tempat belajar dipindahan ke bawah pohon-pohon bamboo yang rindang di lembah sebelah barat desa (sebelah barat kantor jaga V sekarang). Tempat ibadah juga dipindahkan dari Gereja ke tempat tersebut. Sewaktu pemboman makin gencar rakyat menyingkir dari desa ke perkebunan. Guru jemaat mengadakan ibadah keliling di perkebunan-perkebunan tepat penyingkiran warga Jemaat guna memberikan ketabahan iman dan memohon perlindungan dari Tuhan. Tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah kalah kepada Sekutu dan beberapa waktu kemudia penduduk kembali ke rumah masing-masing. Ibadah pengucapan syukur atas berhentinya penderitaan karena peperangan di adakan pada tanggal 2 September 1945.
            Oleh pemerintah Jepang Sekolah Rakyat digabung dengan Sekolah Sambungan dan disebut Hutu Zyokyu Kogakko. Awalnya H.G Rumondor menjadi Kepala Sekolah, kemudian diganti oleh Mangowal dan terakhir L. Harold Warouw (Mantan Kepala Sekolah Belanda di Amurang). Pada Tahun 1946 kembali H.G. Rumondor ditunjuk sebagai Kepala Sekolah yang sudah bergabung dengan enam kelas. Ketabahan H.G Rumondor mendapat ujian ketika Benyamim Assa kembali dari Makale-Toraja. Assa yang sewaktu di Toraja sudah menjabat Kepala Sekolah Rakyat Pemerintahan (Gubernemen) dianggap lebih tinggi dari H.G Rumondor yang hanya menjabat Kepala Sekolah GMIM (Swasta). Karena itu Assa ditunjuk sebagai Kepala Sekolah. H.G. Rumondor dengan setia tetap bekerja sebagai guru walaupun bukan lagi sebagai Kepala Sekolah. Setelah Assa dipindahkan ke Kawangkoan pada tahun 1950 H.G. Rumondor kembali lagi pada jabatannya sebagai Kepala Sekolah di Kayuuwi yang pada waktu itu disebut Sekolah Rendah GMIM. Jabatan ini ditekuni sampai beliau mencapai usia pension sebagai pegawai negeri pada tahun 1961.
            Dengan keteladanannya dalam mengendalikan sekolah yang dipimpinnya HG. Rumondor dapat memotivasi guru-guru yang lain sehingga Sekolah Rendah GMIM Kayuuwi merupakan sebuah sekolah yang patut diacungi jempol pada sekitar dasawarsa lima puluhan. Dalam pertandingan olah raga antar sekolah menempati jenajng atas. Dalam kelulusan siswa kelas VI yang mengikuti ujian masuk sekolah lanjutan, SR GMIM kayuuwi menempati rangking di atas, sehingga sebagian murid kelas VI dari desa tetangga yang dipersiapkan mengikuti ujian mengambil pelajaran di Kayuuwi.
            Jasa H.G Romondor dalam membina anak-anak kayuuwi tidak terbatas hanya di sekolah saja. Beliau juga merupakan  Pembina dan pelayan anak-anak dalam Sekolah Minggu, hamper-hampir dapat disebut “Single fighter” atau pemeran tunggal sejak sekitar tahun 1930 sampai tahun tujuh puluhan. Sepanjang beliau tidak bertugas di luar Kayuuwi pada hari Mingu pasti beliau sudah berada di Gereja sebelum jam tujuh pagi menantikan kedatangan anak-anak. Baru pada waktu sudah terpilih Ketua Komisis Pelayanan Anak, baru beliau menyerahkan tanggung jawab pelayanan anak-anak Sekolah Minggu.
            Dalam menjalankan tugas pelayanannya di Jemaat Kayuuwi H.G Rumondor mendapat beberapa tugas tambahan seperti kewenangan melayani Tanda Tangan Ezran (Sakramen) terhitung mulai tanggal 15 April 1948. Sehari sebelumnya (14 April 1948) H.G Rumondor mendapat Surat Keputusan dari Residen Manado menjadi Pejabat Peneguh Nikah. Jabatan Peneguh Nikah ditarik kembali oleh Hukum Kedua Kawangkoan pada tanggal 20 September 1954, namun dipulihkan kembali oleh Bupati Minahasa terhitung dari tanggal 13 Desember 1957.
            Kepemimpinan H.G Rumondor dalam menjaga kawanan Dombanya agar  tidak tercerai berai mendapat ujian sesudah selesainya Perang Dunia 2. Pada tahun 1946 seorang Penatua yang ditugasi menangani Urusan Persekolah mengusulkan agar Sekolah Rakyat diserahkan saja kepada Pemerintah. Sinode mengirimkan Alex L. Lapian dari Majelis Persekolahan untuk member penjelasan sehingga akhirnya Majelis Jemaat memutuskan agar Sekolah Rakyat tetap dalam lingkungan GMIM. Penatua tersebut kecewa lalu keluar dari keanggotaan Jemaat dan pindah bersama keluarganya masuk menjadi umat khatolik di Kawangkoan. Dengan itu Gereja Katolik berupaya menarik warga Jemaat Kayuuwi dengan mengadakan kampanye (Semacam KKR) selama Satu minggu. Peserta dari jemaat GMIM yang menghadirinya diajak berdiskusi dan ternyata selalu “kalah”. Setelah mendapat laporan mengenai hal itu. H.G Rumondor mengambil keputusan untuk menghadiri kampanye tersebut pada tiga amalam terakhir. Suasany diskusi berbalik dikuasai oleh H.G Rumondor dan pemuda-pemuda yang menyertainya. Upaya Khatolik untuk menarik keluar sebagian Jemaat GMIM tidak berhasil.
            Kemudian pada tahun 1950 seorang ex KNIL asal Kayuuwi kembali ke desa dengan membawa agama Pantekosta yang sudah dianutnya selama dalam perantauan. Kampanye besar-besaran dari Pantekosta berlangsung di Kayuuwi dengan dihadiri banyak warga Pantekosta dari Desa-desa sekitar. Warga Jemaat Kayuuwi banyak yang tertarik untuk menonton keramaian, tetapi hanya satu yang tertarik untuk bergabung yaitu seorang saudara kandung dari pembawa Agama Pantekosta tersebut. Keesaan Jemaat Kayuuwi tetap kukuh dan utuh bersatu dalam GMIM. Sampai Sekarang lebih dari 99,5 persen penduduk Kayuuwi adalah Warga GMIM.
            Jemaat Kayuuwi mengalami suatu periode pergumulan berat yang berlangsung lama antara tahun 1954 sampai tahun 1966. Bagaikan bahtera yang mengarungi lautan luas, silih berganti topan mendera dari berbagai penjuru mata angin. GMIM dan hamper semua jemaatnya tidak terlalu terkena imbas perjuangan fisik Bangsa Indonesia dalam revolusi fisik mengusir penjajah dari bumi pertiwi. Tetapi memasuki pertengahn decade lima pulihan angin kencang mulai menderu. Dampak dari masa kampanye menjelang Pemilihan Umum tahun 1954 dan juga hasil Pemilihan itu sendiri membawa pergesekan-pergesekan dalam masyarakat dan jemaat. Sindiran dan perang urat syaraf berkecamuk diantara pengikut-pengikut partai tertentu, termasuk desa Kayuuwi. Namun dalam bimbingan H. G Rumondor Sebagai Guru Jemaat warga tetap tabah dan tidak terprovokasi…
Bersambung…

Menjadi Guru Jemaat di Usia 25 Tahun

Kamis, 18 Juni 2015

PDT. HENDRIK GERSON RUMONDOR (1906-1987) “PUTRA SULUNG TELADAN JEMAAT GMIM KAYUUWI”


PDT. HENDRIK GERSON RUMONDOR  (1906-1987)
“PUTRA SULUNG TELADAN JEMAAT GMIM KAYUUWI”

            Sebelum sang Putra Sulung Jemaat Pdt. Hendrik Gerson Rumondor di pakai Tuhan Yesus sebagai Sutradara pertumbuhan dan perkembangan Jemaat yang setiawam dan penuh kasih bagaikan Gembala Agung yang menjaga dan menghentar kawanan dombanya, Tuhan Yesus telah mengutus hamba-hambnyaNya yang merupakan aktor utama dalam pertumbuhan dan perkembangan Jemaat. Dalam abad kesembilan belas terdapat seorang actor utama dalam Jemaat Kayuuwi, ialah Guru Jemaat/Kepala Sekolah yang pertama kali menetap di Kayuuwi selama kurang lebih sepuluh Tahun antara tahun 1870 sampai 1880. Dia adalah seorang yang berasal dari Lahendong bernama Markus Kaligis. Walaupun istrinya bernama Wulur berasal dari kiawa, dan bertugas di Kayuuwi hanya sepuluh tahun, namun anak-anaknya semua termasuk yang lahir di Kasuratan setelah beliau pindah ke sama, tumbuh dan menjadi besar di Kayuuwi. Beberapa orang anak dan cucunya pergi melayani ke tempat-tempat lain dengan membawa nama harum Kayuuwi.
            Dalam abad berikutnya muncul aktor utama yang kedua dalam diri Guru Jemaat/Kepala Sekolah bernama Charlis Tangkere, berasal dari Kawangkoan. Cukup banyak kemajuan yang terjadi setelah beliau berkarya disini baik di bidang persekolahan maupun di bidang pelayanan Jemaat. Buah-buah karyanya yang paling menonjol antara lain:
-        Murid sekolah mulai dipisahkan dalam kelas-kelas satu, dua dan tiga pada tahun 1917 dengan lama belajar dua tahun pada setiap kelas: selanjutnya mulai tahun 1922 sudah diadakan kelas empat dan dua tahun kemudian kelas lima.
-          Pembangunan Gedung Sekolah yang terpisah dari Gedung Gereja (1922)
-          Dimulainya organisasi kepemudaan (Jong Verbond) pada tahun 1926, yang kemudian pda tahun 1928 lebih dikembangkan kegiatan dan pengorganisasiannya.
-          Dibukanya sekolah sambungan (Vervolgschool) tahun 1927 dan pembangunan gedung sekolahnya pada tahun berikutnya.
-          Pembangunan Gedung Gereja permanen (1928-1929)
Melihat data-data tersebut maka terungkap Charlis Tangkere dalam 14 tahun masa pelayanannya telah mempersembahkan suatu untaian permata dalam perjalanan sejarah Jemaat Kayuuwi.
            Dalam pembinaan Charlis Tangkere sebagai Guru Kepala Sekolah dan Guru Jemaat bertumbuh sebuai Tunas dari akar pohon Kayuuwi. Seorang putra lahir pada tanggal Dua Puluh Sembilan bulan Maret tahun Seribu Sembilan Ratus Enam (29-3-1906). Ia diberi nama hendrik Gerson. Ibunya bernama Juliana Lapian dan ayahnya bernama Kaleb Rumondor, keduanya adalah puteri dan putera asli desa/Jemaat Kayuuwi. Dalam susunan keluarga Rumondor-Lapian, Hendrik Gerson Rumondor  menempati urutan anak kelima dari enam bersaudara, dan merupakan anak lelaki yang ketiga.
            Ayah dari H.G. Rumondor yaitu Kaleb Rumondor adalah seorang petani yang rajin, ulet dan berhasil. Kaleb pada masanya merupakan putera terbaik dan dan terpintar di desa/Jemaat Kayuuwi. Hal ini terbukti dari pengangkatan Guru bantu untuk Sekolah Rankyt Kayuuwi pada tahun 1912 di mana dari tiga orang yang diangkat maka satu-satunya putera Kayuuwi adalah Kaleb sedang yang lain berasal dari Tompaso dan Tombasian. Sebagaiana dikemukakan dalam Bab terdahulu guru bantu itu dipilih dari antara warga Jemaat yang terbaik dan terpintar.
            Ta ada lagi nara sumber yang dapat memberi keterangan tentang masa kanak-kanak H.G. Rumondor. Dalam registrasi murid yang masih tersimpan di SD GMIM kayuuwi tercatat H.G. Rumondor mulai bersekolah di Sekolah Rakyat zending (Volkschool) di Kayuuwi pada tanggal 6 Januari 1913 dan menyelesaikan sekolahnya itu pada tanggal 31Januari1919. Pada waktu itu sekolah hanya kelas satu sampai kelas tiga, dengan masa belajar dua tahun pada masing-masing kelas. Teman sekelasnya di sekolah waktu itu yang sama-sama mulai bersekolah dan sama-sama tamat antara lain adalah Imanuel (Manuel) Lapian yang kemudian menjadi Pendeta di Suluun. Sejak kecil H.G. Rumondor rajin ke kebun membantu orang tuanya dalam pekerjaan sebagai petani. Di samping kecerdasan di mawarisi kerajian dan keuletan dari ayahnya. Hal tersebut mendarah daging pada H.G. Rumondor sepanjang hidupnya, dalam segala segi kehidupannya. Misalnya saja: sewaktu fisiknya masih kuat, sampai berumur sekitar 60 tahun, ia masih rajin ke kebun; segera sesudah makan siang sepulang dari sekolah, dia pergi ke kebun; langkahnya panjang dan cepat, tak ada orang Kayuuwi yang dapat menandingi langkahnya yang sedemikian itu. Namun dalam berjalan secepat itu, beliau tak segan bertegur sapa jika berjumpa dengan seseorang. Bahkan bila memdengar bahwa ada seseorang yang sedang sakit tak jarang ia mampir menjenguk dan mendoakan yang sakit itu. Atau jika beliau mendengar itu pada pada saat sedang pulang dari kabu, dia akan cepat pulang rumah untuk berganti pakaian kemudian kembali menjenguk orang yang sakit.
            Sejak masih di Sekolah Rakyat sudah terlihat bahwa H.G. Rumondor adalah anak yang pintar. Berkat pembinaan dan Kepala Sekolah/Guru Jemaat M. Mangindaan, dan juga tentu dari ayahnya yang adalah salah satu Guru bantu, maka H.G. Rumondor terdorong untuk melanjutkan pendidikannya ke jenajang lebih tinggi. Karena kerajinan dan keuletan ayahnya sehingga mempunyai penghasilan yang cukup dan pernah diangkat sebagai Guru bantu, maka H.G. Rumondor pada bulan Januari tahun 1919 dapat diterima melanjutkan sekolah di Sekolah Pemerintah (Gubernemen) di Kawangkoan untuk mengikuti pelajaran kelas IV dan V selama empat tahun. Sesudah itu H.G. Rumondor melanjutkan pendidikannya di Sekolah Guru (Kweekschool voor Inlandsche Onderwizers en Voorgangers, Sekolah Guru dan Pemimpin Jemaat bagi penduduk pribumi) di Kuranga- Tomohon. Di sekolah tersebut H.G. Rumondor mulai belajar padabulan Agustus 1923 dan tamat pada bulan Mei 1926.
            Karena kepintarannya yang menonjol selama di kweekschool maka H.G. RUMONDOR dipersiapkan oleh sekolahnya untuk melanjutkan pelajaran di Negeri Belanda maka segera setelah tamat dari Kuranya H.G. Rumondor berangkat menuju Belanda melalui Batavia (Jakarta) pada bulan Juni 1926, dipimpin oleh Pdt. Justus Elisa Stap dan Pdt. Gertrude Cladder. Ternyata di Jakarta H.G. Rumondor jatuh sakit dan harus di rawat di Rumah Sakit Zending di Cikini. Dokter Belanda yang merawatnya menganjurkan agar H.G. Rumondor menunda keberangkatannya ke Belanda selama enam bulan. Jika demikian maka dia tidak dapat mengikuti pelajaran sesuai yang direncanakan oleh Zending pada tahun itu. Demikian maka H.G. Rumondor tidak jadi berangkat ke Belanda dan pulang ke Minahasa dimana ternyata ladan Tuhan terbuka lebar menanti pekerjaan-Nya yang terpilih.
            Sekembalinya dari Jakarta H.G. Rumondor dengan ijazah kweekschool sempat mengabdi sebagai guru selama beberapa bulan disebuah desa kecil disebelah selatan Bahu-Malalayang (catatan: nara sumber lupa akan nama desa tersebut: dokumen tertulis juga tidak terdapat). Sesudah itu H.G. Rumondor mendapat penugasan dan memulai pelayanannya sebagai Guru di Sekolah Rakyat di kampong halamannya yang tercinta. Beliau mengabdi di sekolah di bawah bimbingan Charlis Tangkere terhitung mulai tanggal 1 Februari 1927. Semangat, ketekunan dan kerajinan Tangkere merupakan teladan yang semakin memperkuat naluri pelayanan dalam diri H.G. Rumondor. H.G. Rumondor bersama Aristarkus Kaligis melayani jemaat sebagai pembantu-pembantu Guru Jemaat Tangkere sampai Tangkere dipindahkan ke Jemaat yang lebih besar di Kawangkoan pada tahun 1931.
            Sudah disebutkan dalam bab terdahulu bahwa Tangkere telah mengupayakan dan sehingga tersedianya kelas IV dan V di Sekolah sejak tahun 1922 walaupun sebenarnya Sekolah Rakyat waktu itu hanya sampai kelas tida. Hal ini dilakukannya guna menampung keinginan belajar yang sudah tumbuh di kalangan anak-anak.. langkah selanjutnya dari Kepala Sekolah/Guru Jemaat Tangkere ialah mengajak Jemaat untuk mengadakan rumah Sekolah tambahan dan mengusulkan ke NZG melalui Klasis agar di Kayuuwi dibuka Sekolah Sambungan. Dengan memperhatikan bahwa Kayuuwi sudah beberapa tahun ada kelas IV dan V di Sekolah Rakyat dan tersedia tambahan ruangan belajarnya ()Sementara. Di tepi utara jalan raya, sekarang kintal dari kel. Reho Lapian-Rorimpandey), maka NZG memberi persetujuan dengan satu syarat bahwa sekolah itu tidak akan diberi subsidi. Persetujuan  itu direalisasikan dengan dibukanya (di mulai) Sekolah Sambungan (vervolgschool, kelas iv dan v) pada tanggal 1 September 1927. Lalu pada tanggal 11 Oktober 1027 Sekolah tersebut ditahbiskan sekaligus dengan Kepala Sekolahnya H.G. Rumondor. Pada waktu itu pembiayaan Sekolah sambungan harus ditanggung sendiri oleh jemaat karena seperti disebutkan di atas sekolah itu tidak mendapat subsidi dari Pemerintah, sedangn NZG juga sudah semakin payah dalam mengongkosi sekolah-sekolah yang sudah banyak didirikan sebelumnya. Untuk diketahui bahwa sejak Jemaat/Gereja diserahkan/dialihkan dari NZG ke GPI yang dibiayai Pemerintah sebagai Gereja Negara, Sekolah-sekolah milik Zending tidak ikut diserahkan sehingga terus dibiayai oleh Zending sendiri. Dengan sendirinya Jemaat yang membayar gaji/tunjangan bagi Guru/Kepala Sekolah, namun tidak terdapat keterangan berapa jumlahnya. Dalam tahun-tahun berikutnya pada waktu H.G Rumondor sudah menjabat sebagai Kepala Sekolah Rakyat merangkap Guru Jemaat, tercatat bahwa jemaat member subsidi untuk gaji Guru di vervolgschool mulai bulai Januari 1932 sebesar f.15,- (lima belas gulden) per bulan. Pada waktu itu Kepala Sekolah merangkap guru satu-satunya untuk dua kelas.
            Karena Charlis Tangkere sebagai Kepala Sekolah Rakyat yang merangkap Guru Jemaat dipindahkan ke Kawangkoan terhitung mulai 1 Mei 1931, maka H.G Rumondor diangkat sebagai Kepala Sekolah Rakyat merangkap sebagai Guru Jemaat sesuai beslit tertanggal 17 mei 1931 yang berlaku pada tanggal 1 mei 1931.
            Bahtera Jemaat Kayuuwi yang mengarungi samudera hidup dalam perlindungan dan pimpinan Nakhoda Agung, Kepala Gereja, Isa Almasih, sejak bulan Mei 1931 mendapat juru mudi dalam diri Ketua Jemaat yang masih muda namun berwibawa, yang berasal dari dalam jemaat itu sendiri. Pada waktu itu pimpinan klasis Sonder adalah Pendeta Bertus Moendoeng. Kepemimpinan H. G. Rumondor dalam jemaat ditunjang oleh kerja sama yang erat dari saudara iparnya Markus Lapian yang terpilih sebagai Hukum Tua pada tahun 1932. Duet dalam kepemimpinan Jemaat dan Desa berlanjut melalui zaman pendudukan Jepang sampai awal masa merdeka di tahun lima puluhan.
            H.G Rumondor adalah seorang yang saleh. Sepanjang hidupnya tak terbetik setitik noda atau cacat yang terlihat di mata warga Jemaat. Tindak tanduknya sebagai pemimpin pun mendapat respons warga jemaat secara utuh menyeluruh. Memang beliau pandai menyerap aaspirasi warganya. Misalnya dalam mengambil suatu keputusan penting beliau tak segan meminta pendapat anggota majelis jemaat dan para tua-tua masyarakat. Beliau bahkan mendatangi mereka satu persatu sekedar untuk mendapat masukan atau juga dalam mensosialisassikan suatu keputusan atau ketentuan yang baru. Beliau juga rajin membimbing para Penatua dan Syamas, terutama mereka yang baru terpilih. Walaupun demikian dia tidak segan menegur dan mengarahkan bila terjadi suatu kekeliruan dalam pelaksanaan tugas para rekan sepelayanan.
            Kerendahan hati H.G. Rumondor Nampak dalam sikapnya yang sopan santun, bahkan cenderung selalu menundukan kepalanya bila berbicara dengan orang lain, tetapi tak kunjung pula senyum dan tawanya. Namun demikian beliau tegar dan tegas apabila menghadapi tantangan. Sebagaimana dijelaskan dalam bab VI, pada awal berdirinya GMIM belum mempunyai Tata Gereja yang mengatur dengan jelas pemisahan kewenangan antara Sinode, klasis dan Jemaat. Segala-galanya masih diatur seperti dahulu dala GPI yang adalah Gereja Negara, apalagi Negara berbentuk kerajaan. Ketua Sinode GMIM yang pertama juga adalah Pendeta Belanda yang berkedudukan di Manado (Ds. E. A. A. D. de Vrede), dia mengatur Gereja seolah-olah sama dengan Residen member komando kepada Hukum Besar, demikian Pendeta Ketua Klasis terhadap Guru Jemaat/Ketua Jemaat seolah-olah Hukum Besar member perintah kepada Hukum Tua. Sampai hal-hal yang kecilpun yang seyogianya menjadi urusan intern Jemaat, harus dimintakan persetujuan Ketua Klasis terlebih dahulu. Pembukuan keuangan jemaat harus dibuat dalam dua rangkap,  di mana yang satu harus dibawa kepada Ketua Klasis dan atas izinnya dapat minta bantuan Pendeta dari jemaat terdekat untuk melayani pernikahan itu. Demikian pula untuk baptisan dan Perjamuan Kudus tidak jemas apa yang menjadi pemicu, tetapi yang apsti akumulasi ketidakpuasan atas perlakuan klasis akhirnya menyebabkan Jemaat Kayuuwi dalam pimpinan H.G. Rumondor menyatakan keluar dari klasis Sonder terhitung mulai bulan Januari 1942. Berarti jemaat Kayuuwi tidak mau lagi menaati pengaturan-pengaturan dari ketua klasis. Tulisan “G.M.I.M” di dinding depan gedung Gereja dirobah menjadi “G.M.I.K” sebagai singkatan dari Gereja Masehi Injili Kayuuwi. Di sini terlihat jelas kepemimpinan H.G. Rumondor yang tegas dan tegar, termasuk dalam menghadapi atasan sekalipun…
Bersambung…………. 

Rabu, 17 Juni 2015

KIDUNG “TEMPO DOELOE” KHAS KAYUUWI


KIDUNG “TEMPO DOELOE” KHAS KAYUUWI
1.   Roong ami in dior
Roong ami in dior pakua I mawale
Linicir in doyongan kasaleen oka mai
Taan lumewo niiti raica reen sama
Ane itu kami wo mera o mai
(desa kami dahulu terletak di mawale
Dikelilingi sungai-sungai sangat indah menarik;
Tetapi saying rupanya kurang baik tempatnya
Sebab itu maka kami sudah pindah kemari.
Ciptaan: Pdt. Hendrik Gerson Rumondor)
2.   Roong Palelon
          Kami Sumosor mange ang kuntung
          Mange tumenbo mai in doong Kayuuwi
          Karapi nate mesale-sale
          Maka tembo mai indoong ami
          Ya en doong ami aya roong teke
          Taan kaseleen okai mai makasere
          En doong ami roong tinowan
          Roong palelon ami imbaya
          (artinya: kami mendaki pergi ke gunung
Meninjau dari atas kearah desa kami
Dengan hati yang amat gembira
Melihat akan desa kami
Desa kami adalah desa yang kecil
Tapi amat menggembirakan melihatnya
Desa kami desa kelahiran
Desa yang selalu kami semua rindukan.
Ciptaan:  Frans Watung)
3.   Wendu ulit en sumosor
Wendu ulit en sumosor
Ing kuntung pa ngamu-gamuan,
Taan so woo ni maka sosoro,
Lumukut wo perege-regesen,
Lumukut wo perege-regesen.
(Sungguh sukar mendaki gunung yang dicita-citakan,
Tetapi jika sudah selesai mendaki,
Akan duduk senang di tempat berangin.
Begitu juga kehidupan di atas dunia sama sukarnya
Seperti mendaki pergi ke gunung yang tinggi
Pencipta tidak di kenal: sebuah lagu yang dinyanyikan
Di akhir tahun)

4.   Asi Endo mange wisa
Asi endo menge wisa, kita imbaya e poow,
Tumelauw ingkayobaan wo se poow koroong:
Si itu wo male-aler walun paalinange
Asi Amang Karondoran, mange mento tampa loor.
(pada suatu hari nanti kita semua hai saudara,
Akan meningganlan dunia ini
dan sanak sudara sekampung,
Karena itu berusahalah mengumpulkan bekal
Untuk di bawa kepada Bapa yang kudus,
Agar mendapat tempat di sorga
Pencipta tidak di kenal: sebuah
lagu yang dinyanyikan
dalam acara/ibadah kedukaan )
5.   Waya se toyaan may a yaku
Nu muwuk si Yesus ase maridna:
Waya se toyaan may a Yaku,
Tiyo o kamu sumepeed insera,
Papaan I serao nimatantu a mange sorga;
Toyaan tanitu roona makaere si Kamang
Merito oka akarange in ka ure-ure.
(Yesus Berkata kepada murud-muridNya;
Biarlah anak-anak dating kepada-Ku
Jangan menghalang-halangi mereka;
Sebab mereka itulah yang empunya
Kerajaan sorga “Markus 10:14”
Pencipta: Pdt. Hendrik Gerson Rumondor
Lagu ini dinyanyikan dalam baptisan)

Sumber: Buku Sejarah Jemaat GMIM Kayuuwi Edisi Kedua, 2003.